Rabu, 28 Desember 2011

WARGANEGARA DAN NEGARA

WARGANEGARA YANG BAIK TAAT PAJAK
Kembali media massa terutama TV, minggu ini dihebohkan dan dihiasi dengan berita mengenai sinyalemen yang diungkap mantan Kabareskrim Polri Jenderal Bintang Tiga Susno Duaji tentang adanya makelar kasus (Markus) di tubuh Polri yang melibatkan dua orang jenderal polisi dan salah satu oknum staf Dirjen Pajak menyangkut dana senilai Rp 25 milyar.

Sementara disisi lain Ditjen Pajak dengan gencarnya menayangkan iklan layanan umumdi media TV dengan berbagai macam tayangan yang intinya mengingatkan para wajib pajak untuk “ JUJUR” mengisi SPT dan tidak menggelapkan kewajiban untuk membayar pajak sesuai aturan yang berlaku. Kosa kata JUJUR menjadi kata yang terus diulang dalam tayangan dengan lanjutan APA KATA DUNIA?

Ironis memang ketika ajakan kepada publik untuk berlaku jujur ternyata belum sepenuhnya diikuti dikalangan internal PAJAK itu sendiri. Ibarat pepatah “Kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata tak tampak” maka meski baru satu stafnya yang terlibat penggelapan pajak,namun masyarakat yang sudah lama mengetahui perilaku dan gaya hidup para oknum staf pajak yang nakal dimana banyak yang diluar kepatutan, seakan memperoleh titik masuk untuk segera membuka kotak Pandora yang memberikan gambaran senyatanya apa yang sebenarnya terjadi. Kejadian ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi masyarakat untuk membuktikan apa yang selama ini jadi bahan pergunjingan jika ternyata benar adanya.
Hal makelar kasus serupa sebenarnya juga terjadi di kalangan penegak hukum lainnya baik kepolisian,kejaksaan maupun pengadilan atau bahkan juga di KPK?. Maka gonjang -ganjing ini seakan melengkapi apa yang menjadi persepsi masyarakat pada umumnya tentang dugaan betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia yang ternyata justru dibungkukkan sendiri oleh penegak hukum yang tidak lagi mampu tegak dihadapan godaan akan harta, tahta dan wanita dan melupakan neraka.

Pajak untuk siapa ?

Kembali kalau kita ditanya waktu masih duduk di bangku sekolah, pembayaran pajak untuk siapa, maka jawaban normatip akan mengatakan pajak digunakan untuk pembangunan nasional dalam rangka mensejahterakan Rakyat Indonesia. Begitu mulia tujuan dari pengumpulan pajak ini karena si kaya akan membayar lebih untuk penghasilan yang lebih banyak didapat dan si miskin akan memperoleh layanan dasar publik untuk diri dan keluarganya dari hasil pengumpulan pajak yang masuk ke APBN seperti pemenuhan layanan dasar kesehatan, pendidikan, perumahan/apartemen murah dll. Sebagai warga Negara yang baik kita akan selalu patuh membayar pajak, namun apa salahnya sebagai pemegang kedaulatan Negara, rakyat juga berhak kembali bertanya dipergunakan untuk apa sajakah pajak yang telah terkumpul dari cucuran keringat para petani yang tak kenal lelah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meski hidupnya dirundung penderitaan karena nilai jual hasil pertaniannya yang masih terus saja tidak layak? Salahkah jika para penganggur yang lelah mencari kerja selalu bertanya apa dan seberapa jauh peran pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja bagi diri dan keluarganya untuk hanya dapat terus bertahan hidup dan menghidupi keluarganya?

Pengalaman pribadi telah mengajarkan pada saya ketika ada pendapatan yang kena pajak maka lembaga dimana saya bekerja dengan rajinnya akan memotong pajak pendapatan dan hal ini wajar karena aturan harus ditegakkan dan sebagai warga Negara harus memahami dan iklas untuk pemotongan pajak ini. Namun menjadi lain ketika saya menjadi pengangguran berulangkali karena terkena PHK,maka sama sekali tidak ada peran pemerintah dalam membantu keluar dari permasalahan dan solusinya apa yang ditawarkan jika tidak ada lagi atau nihilnya pendapatan untuk menafkahi keluarga? Hal ini tidak hanya berlaku sekali dua kali, namun erulangkali, meski UUD Negara kita menjamin bahwa setiap warga Negara berhak memperoleh penghidupan yang layak ? Dan sungguh sangat jelas dalam Pancasila ditegaskan untuk sila kelima yang bunyinya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Maka menjadi hal yang biasa jika rakyat dan para aktivis mahasiswa yang masih punya nurani kerakyatan serta ICW (sebagai bagian dari masyarakat sipil yang konsisten mengawal pemberatasan korupsi) meradang dan marah serta menggalang dukungan pada kriminalisasi kasus KPK Bibit-Candra di dunia maya dan juga dunia nyata ketika korupsi yang melanda republik ini tidak kunjung dituntaskan dan hanya untuk sekedar menjaga citra saja ? Bukan hanya teroris yang menjadi musuh republik ini, tetapi para koruptor drakula penghisap darah rakyat yang tidak kalah bengisnya yang harus dilibas, digilas dan diberantas termasuk praktek markus yang jelas sangat melukai hati dan bentuk pengkhianatan paling nyata terhadap AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat). Pemerintah harus menyadari untuk secara serius dan sistematis melakukan upaya nyata dalam memberantas korupsi dan tidak menundanya lagi jika tidak ingin terjadinya gelombang dasyat tsunami kemarahan rakyat dalam bentuk people power. Rakyat sudah capek dan muak dengan segala kepura-puraan dan akan mencabut mandat yang diberikan jika pemerintah tidak amanah dan selalu bermain-main dengan kekuasaan serta mempermainkan kebenaran.

Kasus Markus di kepolisian yang juga menyeret lembaga peradilan lainnya serta Ditjen Pajak akan menambah tumpukan kayu bakar kering yang siap membakarnegeri ini jika kasus ini dicoba terus ditutup-tutupi dengan berbagai trikdan alasan yang tidak masuk akal. Kita masih ingat bagaimana kasus Bank Century telah menyakiti rakyat dan nasabah bank bersangkutan, belum lagi penderitaan rakyat miskin yang hidupnya dirasa semakin sulit dengan naiknya secara nyata meski pelan namun pasti harga sembako yang sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari dan mereka tidak akan peduli dengan angka makro yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam membuktikan keberhasilannya mengatasi kemiskinan.

Belum lagi kita masih ingat sumbangan dan peran para pedagang kaki limamaupun pengusaha kecil di sektor non formal yang telah menyelamatkan perekonomian nasional disaat krisis, namun dalam berbagai tayangan tv mereka para pedagang kaki lima saat ini diperlakukan secara tidak adil oleh para Satpol PP yang berdalih menegakkan aturan Perda? Lalu apa solusinya bagi mereka yang menggantungkan hidupnya hanya dari hasil berjualan di kaki lima? Bagaimana jika para Satpol PP yang gagah perkasa dan tanpa belas kasihan mengobarak-abrik dagangan ini tiba-tiba diberi SK pemberhentian dari dinasnya tanpa ada alasan yang jelas? Pasti mereka para Satpol PP akan berdemo dan mungkin meluapkan kekesalannya secara anarkis sama seperti yang para pedagang kaki lima lakukan karena mereka kehilangan penghasilannya secara tiba-tiba ?

Pemerintah bijak sejahterakan rakyat ?

Sudah sepatutnya jika pemerintahan sekarang dibawah kepemimpinan SBY yang menjabat untuk terakhir kalinya mampu mewujudkan dan membuktikan janji-janji kampanyenya dan terlebih untuk memberikan sumbangan terbesar beliau bagi negeri ini yakni mewujudkan kesejahteraan yang telah selama hampir 65 tahun didamba oleh Rakyat Indonesia terutama mereka yang termarginalkan dan belum sempat mengenyam nikmatnya buah kemerdekaan di tanah gemah ripah loh jinawi di jamrud katulistiwa tempat dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman (meminjam syair lagu Koes Plus).

Pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam melayani kepentingan publik untuk mensejahterakan rakyatnya sebagai bentuk tanggung jawab dalam pemenuhan hak rakyat, sudah harus mulai bersikap independen, tegas dan mandiri dalam membuat kebijakan nasional baik dibidang sosial, politik maupun ekonomi yang pro rakyat dan harus meninggalkan strategi lama yang jelas-jelas tidak mampu mengeluarkan rakyat miskin dari penderitaaannya. Kita jangan lagi bermimpi bahwa ketika korupsi dibiarkan terus berjalan, maka kesejahteraan rakyat dengan sendirinya akan tercapai. Salah satu akar penderitaan rakyat saat ini adalah korupsi dan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah serta perusakan alam baik oleh illegal logging, penyel maupun lainnya. Maka indikator keberhasilan pemerintah tidak hanya memenuhi indikator MDG’s secara global, namun yang terpenting bagaimana program nasional yang dirancang mampu mensejahterakan rakyat dan membuat harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi tinggi di mata bangsa lainnya. Kita akan selalu dicibir jika peringkat korupsi di Indonesia untuk kawasan Asia masih saja nangkring di nomor wahid meski Presiden SBY telah berjanji dirinya sendiri yang akan memimpin pertempuran melawan korupsi.

Jadi dimana sebenarnya letak kesalahan kita sebagai sebuah bangsa sehingga kita tetap saja tidak beranjak sebagai Negara terkorup dikawasan Asia meski telah ada lembaga superbody seperti KPK dan juga ada keberanian atau kenekatan seorang jenderal yang memasang badan mengungkap adanya makelar kasus yang melibatkan dua jenderal demi pembersihan dirubuh Polri?

Mari kita junjung tinggi nilai kejujuran di semua lini kehidupan sembari memohon ampun atas segala dosa yang telah kita perbuat secara berjamaah, dan berani untuk berbalik arah jika ternyata arah haluan kapal Indonesia saat ini ternyata telah menyimpang jauh dari kompas yang telah dibuat pendiri bangsa yakni Pancasila dan UUD 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar