Rabu, 28 Desember 2011

PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

Stratifikasi Sosial Masyarakat Masa Hindia Belanda

Sistem pelapisan sosial stratifikasi masyarakat masa Hindia Belannda adalah secara umum masyarakat telah terbelah menjadi dua, yaitu golongabn penjajah atau penguasa, dan golongan terjajah atau rakyat. Pemisahan ini berdampak pada hak dan kewajiban dan masing-masing golongan tersebut dalam kolonial yang bersifat diskriminatif.

Golongan pertama tinggal di pusat-pusat kota dan berhak mendapatkan fasilitas lebih dalam hal ekonomi, hukum, kesehatan, serta pendidikan. Sedangkan golongan kedua hanya tinggal di kampung-kampung dengan fasilitas yang sangat sederhana. Di dalam golongan pertama ini terdapat para pejabat tinggi, tentara, pegawai-pegawai Belanda dan orang-orang imigran asing, mereka semua dianggap sebagai warga kota. Sedangkan orang-orang pribumi dianggap sebagai orang asing yang tidak boleh tinggal dipusat kota, melainkan harus tinggal di pinggir kota dan di desa.

Dalam kenyataannya, pelapisan sosial pada masa Hindia Belanda sebenarnya sangat berlapis-lapis. Seperti dalam peraturan hukum ketatanegaraan Hindia Belanda (Indische Staatsregeling) tahun 1927, lapisan sosial masyarakat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu:

a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan, golongan ini terdiri atas:

1) Orang-orang Belanda dan keturunannya

2) Orang-orang Eropa lainnya seperti Inggris, Prancis Portugis, dan lain-lain.

3) Orang-orang yang bukan bangsa Eropa tetapi telah masuk menjadi golongan Eropa atau telah diakui sebagai golongan Eropa.

b. Golongan Timur Asing, didalamnya adalah orang Cina, Arab, India, Pakistan, serta orang-orang kawasan Asia lainnya.

c. Golongan Bumi Putra yaitu orang-orang yang asli Indonesia yang disebut inlander. (Arif Rohman dkk : 2002 : 15 )

J.H. Boeke dalam Arif Rohman dkk (2002 : 15) menggambarkan tipe masyarakat saat kolonial Hindia Belanda dalam bentuk piramida sebagai berikut:

Keterangan :

= Puncak kecil berorientasi sangat kebarat-baratan. Golongan ini adalah kulit putih dan pegawai perkebunan.

= Massa / rakyat, yang kurang pendidikan dan orientasinya sangat tradisional.

Piramida tersebut melukiskan adanya kesenjangan sosial yang sangat tajam antara golongan kulit putih (Belanda) dengan masyarakat pribumi (inlander). Bagian puncaknya yang kecil menggambarkan orang kulit putih beserta para pegawainya yang keseluruhannya hanya berjumlah sedikit. Sedangkan bagian bawah melukiskan masyarakat pribumi yang walaupun jumlahnya banyak tetapi sangat memprihatinkan kondisinya dalam berbagai hal.

J.S. Furnivall dalam Arif Rohman dkk (2002 : 16) juga menggambarkan pelapisan masyarakat dalam bentuk piramida, namun lebih terlihat majemuk sebagai berikut:

Keterangan :

= Lapisan atas, orang putih, Belanda yang bekerja di perkebunan dan pemerintahan, berorientasi kepada budaya Barat.

= Masa penduduk yang terdiri atas :

a. Lapisan menengah, kelompok keturunan Asia atau Timur Asing, khususnya Cina yang menguasai perdagangan.

b. Lapisan menengah bawah, kaum priyayi, dan pamong praja

c. Lapisan bawah, yaitu rakyat atau penduduk pribumi.

Politik devide et impera pemerintah Hindia Belanda dilakukan dengan cara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, pemerintah Hindia Belanda membenturkan perbedaan karakteristik antar daerah di Indonesia. Sedangkan secara vertikal adalah dengan batasan dan tingkatan yang tegas berdasarkan ras dan warna kulit. Dengan demikian, sistem pelapisan sosial pada masa Hindia Belanda dibentuk atas dasar kelompok-kelompok ras dan warna kulitnya. Semakin gelap warna kulitnya akan semakin kebawah lapisan sosial seseorang demikian sebaliknya. Sistem ini disebut ideologi kolonialisme karena dirancang dan ditanamkan kedalam pemahaman anggota masyarakat.

Adanya deskriminasi dalam kedudukan dan warna kulit, maka aktivitas masyarakat pribumi lebih banyak merupakan arus bawah karena dibawah masyarakat kolonial. Hindia Belanda menekan segala pemikiran dan pengaruh arus bawah supaya jangan muncul ke permukaan, dengan mempertahankan tegaknya peraturan kolonial yang melarang semua kegiatan yang berbau politik. Namun pemimpin-pemimpin tradisional lokal masyarakat Kalimatan Tengah pada umumnya, mampu memanfaat sarana yang ada pada waktu itu untuk membentuk wadah persatuan yang merupakan organisasi-organisasi seperti syariat Islam dan syarikat Dayak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar