Kamis, 14 April 2011

TREND BARU, KEKERASAN DALAM BERPACARAN ( kekerasan dalam berpacaran )

Selain kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), muncul trend baru yakni kekerasan dalam pacaran (KDP). Korbannya kebanyakan perempuan di usia 15-20 tahun.

Jumlah tertinggi adalah perempuan yang mengalami kekerasan dalam bentuk penganiayaan oleh pacarnya sendiri. Ada pula yang diperkosa pacarnya sendiri, baik sampai hamil maupun tidak sampai hamil. Bentuk KDP lainnya adalah penelantaran setelah dihamili.

Hal itu terungkap dalam data Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Sidoarjo yang dirilis Sabtu (10/4).

”Di P3A ini juga ada shelter untuk menampung perempuan korban kekerasan, yang membutuhkan pendampingan hukum. Nah, sekarang ada satu perempuan penghuni shelter. Dia masih SMA. Korban perkosaan oleh pacarnya dan teman pacarnya,” terang Nurvy.

Sedangkan data perempuan di Sidoarjo yang menjadi korban kekerasan dalam tiga bulan terakhir mencapai 40 kasus. Terbanyak adalah kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga).

Nurvy merinci Januari terdapat lima kasus. Kemudian pada Februari melonjak jadi 16 kasus. Lalu Maret menurun sedikit hanya 12 kasus. Antara 1-9 April terdata tujuh kasus. ”Terbanyak dari kasus itu adalah kekerasan suami terhadap istri,” katanya.

Nurvy mengungkapkan dari data Januari sebanyak tiga kasus adalah KDRT. Kemudian pada Februari ada sembilan kasus KDRT. Lantas Maret terjadi 7 kasus KDRT, dan tanggal 1-9 April terdata 6 kasus KDRT.

”Rata-rata motifnya berlatar belakang ekonomi. Perempuan yang jadi korban KDRT, sebagian besar cuma berpendidikan sampai SMA. Ada juga satu di antaranya yang ditelantarkan setelah dinikahi secara siri,” beber Nurvy.

Di bagian lain, Nurvy mengatakan bahwa pihaknya belum bisa mengatakan, apakah kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di tahun ini cenderung meningkat atau tidak, jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Yang jelas, P3A mencatat bahwa pada tahun 2008 terjadi 123 kasus. Kemudian pada tahun 2009 tercatat 124 kasus. “Kalau dilihat jumlah kasus dalam dua tahun itu, memang ada kecenderungan meningkat. Biarpun tipis. Tapi tahun ini kan baru berjalan sampai bulan keempat. Belum bisa ditarik garis trend-nya,” terang dia.

Secara terpisah, Suagustono, Wakil Ketua P3A Sidoarjo mengatakan bahwa angka-angka yang muncul ke permukaan itu sebenarnya hanya merupakan fenomena gunung es. Jadi ada kemungkinan besar bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak terdata atau tidak dilaporkan, jumlahnya jauh lebih besar lagi.

Sebagai contoh kasus adalah Alviani, istri reporter RCTI, Bambang Pramono yang tewas dalam peristiwa pembunuhan di Perumahan Pesona Permata Gading II, 6 Desember 2009 lalu. Semasa hidup, dia kerap mengalami KDRT yang dilakukan suaminya, tapi tidak pernah melapor seara resmi ke polisi maupun ke P3A. Pernah sekali melapor ke Polsek Sidoarjo, tapi akhirnya dicabut sendiri.

“Kalau dalam catatan kamui ada kecenderungan meningkat, bisa jadi itu ada peningkatan kesadaran dari perempuan, untuk melaporkan kekerasan yang dia alami. Atau, bisa jadi itu karena pengaruh situasi ekonomi global yang memang makin menghimpit ini,” tuturnya.

Untuk meminimalisir kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan itu, lanjut Agus, P3A giat berkoordinasi dengan lembaga-lembaga Pemerintah, ormas, dan tokoh masyarakat untuk menyosialisasikan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan.

Sementara itu, As'alut Thoyibah, aktivis Muslimat NU (Nahdlatul Ulama) dan Perempuan PKB Sidoarjo yang juga menjadi relawan di P3A Sidoarjo mengungkapkan bahwa budaya patriaki yang kental di kalangan masyarakat Sidoarjo, masih kerap memandang sebelah mata perempuan. Terutama di bidang politik.

“Yang saya tahu, masyarakat Sidoarjo ini kan sebagian besar adalah kalangan nahdliyin. Nah, dari (sikap) NU-nya sendiri itu masih merasa berat untuk merestui perempuan jadi pemimpin atau kepala daerah,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar